Friday, June 25, 2021

Palestina, Tempat Syahid Mereka

 

PALESTINA, TEMPAT SYAHID MEREKA

Oleh : Maziya Mufidah Mumtaza Ilmi

Kalian pasti sudah tahu bukan? Palestina sedang diserang oleh para tentara Israel, para tentara Israel menembak dan memukul para korban yang beriman, mereka mati syahid, ada pula korban beriman yang mati syahid di tembak banyak peluru, ribuan korban mati oleh mereka, Israel. Apakah mereka senang membunuh orang? Apakah mereka senang jika mereka di tembak? Mereka sama sekali tidak tahu bagaimana derita para korban yang dibunuh oleh mereka. Cerita ini mengisahkan tentang para korban Palestina, inilah kisahnya…

“GOOOL!!!” Ahmad bersorak gembira bersama timnya, Ia baru saja berhasil mencetak gol pertama.

“Ahmad, kamu memang hebat dalam bermain bola!” puji Adi, sahabat Ahmad yang baik.

“Oh iya, kita sudahi dulu ya permainan bolanya, capek” kata Bilal.

“Ya sudah, Aku mau ke rumah dulu ya, mau minum” kata Ahmad.

“Oke, kami tunggu ya!” kata Raihan.

Ahmad bergegas berlari ke rumahnya untuk minum. Letak rumahnya memang tidak terlalu jauh, hanya terhalang beberapa bangunan blok dari lapangan.

Sayang, saat Ahmad sampai di rumahnya, Ahmad heran melihat banyak orang dan tentara Israel di depan rumahnya. Ahmad segera mencari Abdul, kakaknya.

“Kakaaak!” panggil Ahmad, berusaha mencari kakaknya di gerombolan semut-semut besar itu.

Akhirnya, Ahmad bisa menemukan kakaknya, tapi kakaknya tampak sedang menangis.

“Kak” kata Ahmad. “Kakak, ada apa?” tanyanya.

Kak Abdul mengusap kedua matanya, “enggak, kamu main aja” jawab kakaknya.

“BOHONG!!! Kenapa bisa kayak…” perkataan Ahmad terpotong gara-gara melihat banyak darah. Ia melihat juga ada kacamata yang sering dipakai Uminya, kacamata itu dipenuhi dengan darah. Seketika Ahmad teringat dengan Abinya, beliau sudah meninggal sejak Ahmad berumur 5 tahun, lalu.

Ahmad berlari ke ruang tengah. Tanpa sengaja Ahmad melihat Umminya tergolek di atas lantai, kedua tangannya penuh dengan darah. Ahmad langsung tersadar, kalau Uminya… sudah tewas.

“HUAAA!!! UMI!!! UMIIIII!!!!” tangis Ahmad, begitu keras.

“Ja… jangan nangis Ahmad!” kata Abdul sambil memeluk adiknya, mereka berdua menatap jasad Uminya yang sudah syahid.

****

Sepanjang hari, Ahmad hanya duduk diam di taman yang lama, sendirian. Yang ada dalam pikirannya hanya Israel, Israel, dan Israel. Dia berpikir bahwa jika tidak ada orang yang melawan, kita semua akan ditembak habis-habisan.

“Umi…, waktu Umi ditembak pasti sakit ya?” gumamnya.

Tiba-tiba, Ahmad mendengar ada yang memanggilnya.

“Hei Nak!!” kata seorang perempuan. Ahmad langsung menoleh.

“A… apa?” jawab Ahmad, takut-takut.

“Hehe…, tak usah takut begitu Nak. Kakak adalah relawan dari Canada, nama Kakak Rachel. Kamu bisa memanggil Kakak dengan sebutan Kak Rachel. Kakak bekerja bersama relawan lainnya disini untuk membantu warga palestina. Oya, kamu kenapa sendirian disini? Nama kamu siapa?” tanya Kak Rachel.

“Aku Ahmad. Aku.. Aku.. setiap hari Aku duduk disini karena ingat sama Umi” kata Ahmad, bersedih.

“Umi? Ibumu?” tanya Kak Rachel.

“Iya kak” jawab Ahmad.

“Ooh, kalau begitu, kamu mau ikut Kakak tidak?” tanya Kak  Rachel.

“Kemana Kak?” kata Ahmad.

“Kita ke tempat rahasia, ruang bawah tanah. Itu adalah tempat para relawan, anak-anak, serta bayi yang kami lindungi agar tidak ditembak Israel. Israel belum tahu tempat ini, Ayo!” ajak kak Rachel.

“Mau Kak!” jawab Ahmad.

Tak lama mereka pun segera pergi menuju tempat yang disebutkan oleh kak Rachel.

****

Saat Ahmad dan kak Rachel sampai di tempat rahasia, mereka melihat banyak relawan dari berbagai Negara berhimpun disana.

“Ah! Rachel, kemarilah!!” panggil seorang lelaki. Ia adalah ketua dari para relawan.

“Ada apa Sensei (bahasa jepangnya guru)?” kata kak Rachel.

“Besok kita akan melakukan penge-boman ke tank dan markas israel! Kamu diberi tugas untuk berjaga-jaga bila ada yang terluka” jawab Sensei.

“APA?!” kata Ahmad, mendengar pembicaraan mereka.

“Ssst…!” kata relawan lainnya.

“Ups! Maaf! Maaf!” jawab Ahmad.

“Hahaha, Ahmad,  Ahmad… ada-ada saja” kata kak Rachel sambil tertawa.

“Ahmad ini anak kenalanmu?” tanya Sensei.

“Iya Sensei. Ahmad, ini Guru dari para relawan, namanya Yuuki Sensei, dia dari Jepang” kata kak Rachel.

“Hai Sensei” kata Ahmad agak ragu.

Tak jauh dari mereka, terdengar suara seseorang yang tak asing di telinga Ahmad.

“Yoi! Terima kasih Ammar!” katanya. Ahmad langsung menoleh.

“Kakaaaak!” teriak Ahmad, sambil berlari kecil menuju ke kakaknya.

“Ahmad? Kamu bagaimana bisa kesini?” tanya kak Abdul.

“Aku diajak kak Rachel untuk kesini. Kakak juga, kok kenapa ada disini?” tanya Ahmad.

“Ooh, kalau itu sih…, tadi kakak ketemu sama Yuuki Sensei, lalu dia menceritakan tentang pendaftaran tim pengeboman, kakak tertarik, lalu kakak daftar. Kakak bertugas melempar bom ke arah tank Israel” jelas kak Abdul.

“Ooh” kata Ahmad, langsung tertunduk, seperti mau menangis.

“A… ada apa nak?” tanya kak Rachel.

Ahmad menggelengkan kepala. Dia tiba-tiba saja teringat saat-saat ketika Abinya syahid karena ditembak Israel.

****

“Ummi! Abi harusnya jangan baca Al-Quran di depan tentara Israel! Tentara-tentara itu jadi marah, terus Abi diserang!!!” kata Ahmad.

“Hiks, Abi…” kata Ummi.

“… minal jinnati wannas…” kata Abi saat Abi sedang membaca surat an-nas. Lalu, salah satu tentara Israel memukul Abi.

“ABIII!!!” teriak Ahmad.

“Huh, dasar! bacaan apa itu?! Bodoh!” kata tentara israel yang tadi memukul Abi.

“Ini adalah firman Allah!! Ayat suci Al Qur’an! Kamulah yang bodoh wahai tentara Laknatullah!!” kata Abi, begitu berani.

Kak Abdul langsung menangis, “jangan Abi! Jangan melawan mereka!!” bisiknya, khawatir tentara itu akan menembak Abinya.

“Ergh…!! Bilang sekali lagi, Aku tembak Kau!!” ancam tentara Israel itu.

“Kalau mau bunuh saja Aku wahai tentara Iblis!” kata Abi, tetap berani.

Ahmad, Umi, dan kak Abdul seketika kaget.

“ABI!!! Jangaan!!!” teriak Abdul.

Tak disangka, tentara Israel itu menoleh, lalu seketika menembak tangan kak Abdul. Kak Abdul menjerit, lalu pingsan. Umi dan Ahmad berteriak sembari menangis.

“Abduuul!!!” kata Abi sambil menengok ke arah kak Abdul.

“Haha..!! Sekarang giliran kau yang mati!” katanya. Umi dan Ahmad terkejut.

DOR!!! DOR !! DOR!!

Tentara Israel itu menembak Abi tiga kali, banyak darah yang keluar dari tubuhnya. Dan tak lama, Abi mati syahid.

****

“Hueee!!! Abiii!!!” kata Ahmad sambil menangis. Kak Abdul menatapnya.

“Ada apa?” tanya kak Abdul.

“Abii… Hiks..” bisik Ahmad.

Kak Abdul menebak penyebab Ahmad menangis. “Kamu kangen Abi ya?” tebak kak Abdul. Ahmad mengangguk sambil menyusut air mata dengan lengan bajunya.

“Tenanglah Ahmad, Insya Allah kita bisa bertemu Abi lagi nanti di Syurganya Allah” kata kak Abdul, sambil memeluk Ahmad.

Kak Rachel melihatnya sambil berbisik dalam hati. “Sungguh mengharukan kisah dua adik kakak ini” batin kak Rachel.

****

Pagi itu, Ahmad menuju ke rumah temannya, Bilal. Ahmad mengetuk pintu sambil mengucap salam.

“Assalamu’alaikum!” katanya. Tak lama, Bilal membuka pintu.

“Wa’alaikumsalam. Eh, Kamu Ahmad. Sini..sini.. mari masuk!” Bilal mempersilahkan Ahmad masuk. Ahmad lalu melangkah masuk. Kepalanya menoleh ke dinding, Ia melihat foto-foto yang ditempel di dinding. Dan tanpa sengaja, Ahmad melihat foto anak perempuan yang dia tidak kenali, wajahnya cantik memakai jilbab putih bersih.

“Itu siapa Bilal?” tanya Ahmad. Bilal kemudian mendekat.

“Itu kakaku, namanya Aisyah” jawab Bilal, sambil melihat foto itu dengan wajah penuh kerinduan. Kedua matanya berkaca-kaca.

“Bilal, kamu kenapa?” tanya Ahmad.

“Kurasa Aku akan menceritakan tentang kakakku” kata Bilal, sambil berusaha menyusut air matanya.

“Bagiku, kakak adalah perempuan yang paling berani melawan Israel, tapi…” kata Bilal sambil meneteskan air matanya.

“Tapi apa?” tanya Ahmad, penasaran.

“Suatu hari 10 tentara Israel datang mendobrak pintu, mereka mencari kakakku. Para tentara itu berteriak-teriak kepada kakakku, memaksanya mengakui keterlibatannya dengan pasukan Jihad. Tapi kakakku hanya bilang… bunuh saja Aku dengan pistol mainan kalian itu!, katanya. Aku, Abi, Umi, dan Maryam (adik perempuan Bilal) kaget. Dan tak lama, semua terjadi begitu cepat. Tentara Israel itu semakin marah, dan langsung menembak kepala kakak dengan 5 peluru… ya begitulah, hiks..” kata Bilal, terisak.

“Ah!, maaf ya Bilal! Aku bodoh karena bertanya yang tidak-tidak!” kata Ahmad.

Bilal menyusut air matanya, “tak apa, kita keluar yuk?” ajak Bilal. Ahmad langsung mengangguk.

Malamnya di rumah Ahmad, terlihat kak Abdul tidak bisa tidur, dan tubuhnya tampak lemah. Ahmad bangun dan berbicara pada kak Abdul.

“Kakak, ayo tidur” ajak Ahmad.

“Kamu duluan saja tidur, kakak mau ke kamar mandi dulu” kata kak Abdul, sambil bangun dari tikar. Dan saat dia berdiri, Ahmad melihat tangan Kak Abdul berdarah.

“Ya Allaaah! Kakak! Tangan kakak kena…” pembicaraan Ahmad terpotong oleh kak Abdul.

“Tak apa-apa. Kau tidur saja, tak usah khawatirkan…”kata-kata kak Abdul terhenti, karena kak Abdul tiba-tiba saja oleng dan terjatuh.

“KAKAAAAK!” teriak Ahmad.

“Hh..hh.. Ahmad.. Sebenarnya, tadi.. tadi ka..kak tertembak oleh serangan udara Israel… ” kata kak Abdul terbata-bata.

“APA…?!!!” kata Ahmad.

“Ka.. Kakak.. pergi lebih dulu menemui Abi ya.. Kau jadilah muslim yang kuat.. Asyhadualla ila haillallah…” kata Kak Abdul, kemudian tak lama meninggal.

Ahmad menutup mulutnya sambil menangis “ka… ka….. jangan tinggalkan Ahmad..” bisiknya.

KAKAAAAAK!!!”  teriak Ahmad dengan sangat keras.

****

Beberapa tahun kemudian, Ahmad tumbuh menjadi seorang pemuda yang kuat dan tangguh, persis seperti apa yang dipesankan oleh kakaknya. Tak hanya kuat, Ahmad juga menjadi seorang pemberani seperti sosok Abinya. Ahmad rajin berlatih menggunakan senjata senapan, pistol, sampai busur dan panah. Berkali-kali Ahmad dilibatkan dalam tugas menghalau tentara-tentara Israel yang hendak menyerang pemukiman Palestina.

Gerakan Ahmad yang lincah, dan pandai dalam menggunakan benda-benda di sekelilingnya sebagai tempat berlindung, membuat pasukan Israel kewalahan dalam menghadapinya. Mereka harus menurunkan puluhan prajurit bersenjata untuk mengejar Ahmad.

Sayang, di usianya yang menginjak 17 tahun, tepat ketika Ia berhasil menghancurkan kamp milik Israel, sebuah pesawat melesat cepat diatasnya, lalu menjatuhkan bom ke arahnya.

Ahmad syahid, seketika.

T   A    M   A   T


 

Sunday, June 30, 2019

Bullying (2)




            Seminggu kemudian, Hana masih ditindas. Mulai dari sepatunya dimasukkan ke tong sampah, buku catatannya di corat-coret, menumpahkan makan siangnya, dan menyirami badannya dengan teh manis panas saat makan siang. Semua itu membuat Miya marah.

            Saat hari minggu, Miya datang ke rumah Hana.

“selamat datang…” kata Ibu Hana

“Aku ingin membeli muffin cokelat dan lovely animal truffle!”pinta Miya

“oh, sebentar ya… ini pesanannya!” kata Ibu Hana sambil memberikan pesanan Miya.

“anu… apakah Kak Hana ada disini?” Tanya Miya

“ada. Hanaaa!!! Ada temanmu tuh!”

“siapa? Miya?!” Tanya Hana

“kau adik kelasnya ya?” Tanya Ibu Hana.

“iya, namaku Miya. Aku ingin bermain dengan Kak Hana”

“oh, silahkan main sepuasnya disini!”

“Miya, ke kamarku yuk!” ajak Hana.

            Di kamar Hana…
“Kak Hana masih ditindas dan Aku mempunyai ide agar Kak Hana tidak ditindas lagi!”

“apa itu?”
Miya membisikkan rencananya ke telinga Hana.

“wah! Boleh tuh!”

            Saat istirahat sekolah, Hana menghampiri Zorla, Diandra, dan Winda.
“hei, kalian ini bagaikan perkumpulan alien wanita ya?” ejek Hana

“berani-beraninya kau menyebut kami dengan kata alien!” bentak Zorla

Saat Zorla hendak memukul Hana, Hana segera pergi keluar kelas sambil berkata.
“ayo tangkap Aku alien lamban!” ejek Hana.

GRRRRRRR!!!!
Emosi Zorla, Diandra, dan Winda meledak, mereka berlari menyusul Hana.
“awas kau!” kata Diandra.

            Mereka berlari mengejar Hana hampir keliling ke semua sekolah, hingga akhirnya, Hana sampai di sebuah jalan buntu.

“itu jalan buntu, kau sudah tertangkap!” kata Winda.

“Aku mengerti, karena Aku tertangkap, Aku minta maaf karena Aku sudah menyebut kalian dengan kata alien, kalian boleh melakukan apa saja kepadaku. Silahkan” kata Hana.

“fufufu!” tawa Zorla sambil mencabut batang pohon yang sepertinya keras. Gawat! Sepertinya dia akan memukul Hana!.
Saat Zorla berjalan 3 langkah bersama Winda dan Diandra, lalu, muncul ember berisi lumpur mengenai mereka.

BYUUUR!

“GYAAAA!!! Aku kotor! Ini jebakan! Awas kau!” teriak mereka.
Saat mereka hendak memukul Hana, lalu, mereka jatuh ke sebuah lubang yang digali oleh Hana dan Miya.

“aw! Bokongku…” kata Zorla.

“bagaimana rasanya?” Tanya Miya yang muncul sambil berjongkok

“kau! Kau bocah yang waktu itu!” bentak Zorla

“wah, kalian kotor sekali! Seperti zombie atau alien! Seperti yang Aku bilang!” kata Hana

“awas kau!” kata Winda.

“maaf ya Kakak-kakak, tapi, harusnya Kakak bersyukur karena Kakak mengalami penderitaan seperti ini, maksudku, seperti penderitaan Kak Hana! Rasain lho! Apa yang dirasakan Kak Hana! Puas kan? Hohoho!” tawa Miya.

“maaf ya, tapi, ini semua agar kita jadi impas” kata Hana

“cukup sampai disitu!” kata seseorang

“ke… kepala sekolah?!” Tanya Hana dan Miya

“kepala sekolah datang?! Syukurlah… mereka mengerjai kami kepala sekolah! Sebaiknya mereka dihukum!” pinta Diandra

“untuk Zorla, Diandra, dan Winda, ada laporan mengenai penindasan kelas. Yang melapor adalah anak ini, Miya. Kalian ikut ke ruang kepala sekolah!” perintah kepala sekolah

“tapi mereka menjahili kami!” kata Winda

“setiap ruangan sekolah dipasang CCTV, jadi, kami bisa melihat kalian menindas Hana.Hana dan Miya tidak mendapat hukuman karena mereka telah mengajarkan kalian untuk mengalami penderitaan oorang yang kalian tindas”

“tapi… bagaimana cara kalian melakukannya?!” Tanya Zorla.

“saat hari minggu kemarin, kami diam-diam ke sekolah untuk menggali lubang dan membuat jebakan untuk kalian. Kami juga sudah mendapat izin dari guru untuk menggali lubang dan membuat jebakan. Saat kami menjawab alasannya, Guru setuju, katanya agar kalian bisa merasakan apa yang Aku rasakan. Ide ini berkat Miya! Terima kasih ya!” kata Hana

            Setelah itu, Hana sudah tidak ditindas lagi, Zorla, Diandra, dan Winda meminta maaf karena sudah menindas Hana, dan mereka berteman dengan damai.
Jika kalian menindas orang,
Rasakanlah apa yang diderita orang yang kalian tindas


-TAMAT-