Sunday, June 23, 2019

Sekolah Baru


KRIIIING !!! Bel tanda pulang sekolah berbunyi nyaring. Itu adalah waktu yang paling kutunggu-tunggu. Betapa tidak, sudah beberapa tahun belakangan ini Aku merasa tak betah lagi di sekolah. Disini halamannya terasa sempit. Mungkin karena lokasinya yang berada di pusat kota, maka tempat yang tersedia sangat sedikit. Ditambah dengan siswa yang selalu bertambah banyak setiap tahunnya, maka tak ada pilihan lain bagi sekolah untuk menambah ruangan kelas keatas, bertingkat-tingkat. 

Seperti kelasku ini, berada di tingkat 3, sedangkan halaman untuk bermain, kantin, dan kantor guru ada dibawah sana. Belum lagi dengan tangganya yang sempit. Murid-murid harus mengantri panjang untuk sekedar naik menuju kelas, atau turun menuju kantin. Membayangkannya saja Aku sudah merasa capek. Jadilah setiap pagi hari Aku sering malas berangkat, mogok sekolah. Abi sampai harus memaksaku tetap berangkat, dan Aku sampai harus menangis dan cemberut. Abi tak tahu sih, di sekolah ini terlalu ramai, dan Aku tak terlalu suka tempat yang ramai.

Aku mengambil tas, cepat keluar dari kelas, lalu melongok kebawah, kearah halaman sekolah. Diantara banyak sekali orang dan motor-motor yang diparkir, terlihat Abi dan Zahdan adikku sedang melambaikan tangannya padaku disana. Aku bergegas turun, butuh waktu cukup lama karena mengantri. Beberapa siswa sampai berteriak kesal, “Yang didepan sana cepetan dong!!” teriaknya. Aku diam saja, tak berani mengomentarinya.

Beberapa lama kemudian, Aku berhasil menghampiri Abi dan Zahdan.  Kulihat Zahdan sedang memegang buku luar angkasa, itu adalah salah satu buku kesukaanku. “Zahdan, boleh gak Kakak pinjam bukunya?” tanyaku. “Boleh” kata adikku, sambil memberikan buku itu. “Wah, bukunya lengkap banget! Banyak ilmu-ilmu yang bisa didapatkan. Ada Planet, Aurora, Bintang, dan Teleskop besar!” kataku. Abi tersenyum melihatku, Ia kemudian menuntun tanganku dan Zahdan keluar dari area sekolah.

Saat di mobil, Aku merasa aneh. Karena tak seperti biasanya, Abi tiba-tiba saja berkata, “Ziya, Abi mau bicara serius sama Ziya” kata Abi. 
Aku merasa seperti tersambar petir, “Abi jangan kagetin Ziya seperti itu dong! Kakak nanti bisa pingsan” kataku. 
Abi berkata, “Eh, iya. Maafin Abi ya! Gini, Maziya betah ga di sekolah Kota?” tanya Abi. 
Aku langsung berkata “Enggak!” jawabku, spontan. 
Abi bilang, “Kalau Ziya mau, Abi sama Ummi udah cari sekolah yang cocok buat Ziya. Nama sekolahnya Bhaskara. Tempatnya ada di daerah Tarogong. Tapi, sekolahnya itu baru ada kelas satu sampai kelas empat. Jadi muridnya sedikit, paling banyak satu kelas hanya ada 25 siswa. Disana, ada Taman Baca, Lab Komputer, juga ada ekskul memanah. Ziya mau lihat dulu kesana nggak?” tanya Abi. 
Mendengar penjelasan Abi, mataku berbinar-binar, “Mau, Kakak mau lihat kesana!” kataku, bersemangat. 
“Ya sudah, sekarang ini jam pulang sekolah di Bhaskara, Kita lihat kesana sekarang” kata Abi. 
Aku mengangguk setuju. Kemudian, Abi mengantarku ke sekolah tersebut.

Tiba di sekolah Bhaskara, Kulihat memang ada sebuah Taman Baca. Aku masuk ke gedung lainnya. Disana terdapat Lab Komputer dan ruangan berisi banyak sekali alat musik khas Sunda bernama Angklung. Abi berbicara bersama Kepala Sekolah, meminta izin berkeliling di Sekolah. 
Tak lama, Abi mengantarku ke Lab Komputer dan ruangan tempat Angklung. Aku juga melihat halaman sekolah yang luas, kantin, kebun, lapangan upacara, serta lapangan bola. Abi kemudian mengajakku ke ruangan kelas 4. Kulihat muridnya sedikit, mungkin hanya belasan. Lalu, Pak Guru datang menghampiriku, 

“Hai, siapa namanya?” tanya Bapak itu. 
“Um.. Maziya” jawabku. 

Bersamaan dengan itu, kelas tersebut bubar. Dan ada seorang anak laki-laki yang bertanya kepadaku. 
“Namanya siapa?” tanyanya. 
“Ziya” jawabku. 
Anak itupun langsung pergi. 
Aku merasa heran, “Lho! Hanya itu saja? Aneh sekali dia!” fikirku.

Pak Guru berkata, “Nama Abah, Abah Rifki, Kalau ini, Ambu Ninis” katanya, dengan ramah. 
“Kalau disini, panggil Bapak Guru dengan sebutan Abah, Kalau Ibu Guru panggilannya Ambu” jelas Abah Rifki. 
Aku mengangguk mengerti. 
“Oh.. Boleh lihat kelasnya gak Abah?” tanyaku. 
“Boleh, sini! Masuk saja!” kata Abah Rifki. 

Aku masuk kedalam, melihat isi kelasnya. Luar biasa, fikirku. Keadaannya sangat berbeda dari kelasku di Sekolah Kota. Disini kelasnya ber-AC, ada infocus, loker-loker, toilet, serta tempat wudhu. Sebuah pintu loker sedikit terbuka, Aku melihat ada benda yang janggal disana. 

“Anu, itu apa Abah?” tanyaku. 
Abah Rifki menjawab, “Oh, itu kasur kecil, jika waktu istirahat merasa ngantuk, boleh pakai kasur itu untuk tidur sebentar” jelasnya. 
Aku mengangguk-angguk mengerti.  

Tiba-tiba, “Ziya udah lihat-lihatnya? Ayo Kita pulang!” ajak Abi, dari luar kelas. 
Aku cepat berlari menghampirinya. Abi kemudian berterima kasih kepada Abah Rifki dan Ambu Ninis, lalu berpamitan.

Di dalam mobil, Aku memandangi langit sambil berfikir, kalau Aku sekolahnya disana, sepertinya akan betah. 
Abi berkata padaku “Ziya gimana? Mau pindah sekolah kesana?” tanya Abi. Aku langsung berkata, 
“Iya! Mau dong!” jawabku, mantap.
***

Esoknya, Aku bangun jam 5 subuh, mengambil air wudhu, lalu mendirikan Sholat Shubuh. Setelahnya, aku mengaji beberapa ayat. Selesai mengaji, Aku membaca sebuah novel KKPK berjudul “The Stars Girls” selama beberapa menit. 
Kemudian, Aku pergi mandi, berganti baju, dan sarapan nasi goreng spesial buatan Ummi. Sambil sarapan, Abi berkata padaku 

“Ziya, nanti Abi sama Ummi mau minta surat izin pindah ke Kepala Sekolah Kota” katanya. 
“Ziya jangan dulu bilang sama Bu Guru Ziya mau pindah sekolah ya, biar nanti Abi sama Ummi saja yang ngobrol ke Ibu Guru” lanjutnya. 
Aku bertanya, “Kalo sama Killa?” tanyaku. 
“Kalo sama Killa saja boleh” jawabnya. 
Abi tahu Killa adalah sahabat terdekatku di Sekolah Kota. 
Aku mengangguk mengerti, “Iya Abi!” kataku.

Sesampainya di Sekolah Kota, Kulihat Killa sudah ada di kelas. Aku langsung mengajaknya ke halaman. Disana Aku memberikan sebuah surat dan hadiah kertas binder kepada Killa, Ia langsung membaca surat dariku

Assalamu’alaikum Killa,
Jujur saja, Aku berencana mau pindah sekolah. Abi dan Ummi sudah mengizinkanku untuk pindah ke sekolah baru, yaitu Sekolah Bhaskara. Kertas binder ini adalah kenang-kenangan dariku untukmu. Karena Kamu adalah satu-satunya sahabatku di Sekolah ini. Nanti, tolong jangan beritahu siapa-siapa dulu.

Membaca surat tersebut, Killa meneteskan air mata. 
“Ka… Kamu mau pindah?” tanyanya. 
Aku mengangguk, “Iya, jangan nangis ya Killa!” kataku. 
Killa cepat menghapus air matanya. 
Ia lalu berkata, “Maziya, pokoknya Aku janji akan tetap tersenyum walaupun kamu gak ada! Makasih karena kamu sudah baik sama Aku!” kata Killa. 
Aku tersenyum, “Nah, gitu dong! Itu baru namanya sahabatku!” kataku.
***

Hari Senin, seperti biasa Aku bangun jam 5 pagi. Aku mengambil air wudhu, shalat subuh, terus mengaji beberapa ayat. Setelah itu, Aku mandi, dan berganti baju dengan penuh semangat. Perasaanku senang sekali, karena hari ini Aku akan berangkat sekolah ke sekolah yang baru. Tak sabar ingin cepat-cepat berangkat. 
“Ziya, sarapan dulu!” kata Ummi, sambil memberikan sepiring nasi dengan telur goreng kesukaanku. 
Aku menghabiskannya dengan cepat. 

 Gbr. SDIT Bhaskara Garut

 Gbr. SDIT Bhaskara ikut menyambut obor Asian Games


 

No comments:

Post a Comment