Sunday, June 30, 2019

Teman Baru Mita dan Gita (2)

Bel tanda istirahat usai sudah berbunyi. Anak-anak kelas 5 berlarian masuk kelas, lalu duduk di bangkunya masing-masing. Semua anak sudah masuk kelas, kecuali Shania. Kursinya masih kosong. Mita berulang kali melihat ke arah pintu kelas, merasa ada sesuatu yang janggal. Tak biasanya Shania beristirahat lama-lama diluar, Ia selalu masuk kelas bahkan sebelum bel berbunyi.
Setengah jam berlalu, Bu Guru beserta murid-murid didalam kelas juga mulai merasa aneh. “Ada yang tahu Shania tadi istirahat dimana?” tanya Bu Guru. Mita menggeleng, tadi Ia menghabiskan waktu istirahatnya di perpustakaan, sementara Shania bermain bersama teman yang lain. “Mungkin Shania malas belajar Bu!” kata Gita, asal. Ia menyembunyikan senyum jahatnya. Tak ada yang melihat, tapi Mita melihatnya. Ia merasa curiga pada Gita.

Mita seketika berdiri, lalu berkata pada Gita. “Kau tak boleh begitu Gita! Shania adalah teman kita juga. Dan bukankah tadi Kau yang terakhir kali bersama Shania?” tanya Mita. Sebenarnya Mita tak melihat Gita bersama-sama Shania sewaktu istirahat tadi, tapi Mita hendak memancing kejujuran Gita.

Gita menjadi kikuk, wajahnya terlihat gugup. “ba..bagaimana Mita bisa tahu tadi Aku bersama Shania?’ fikirnya. Ia berusaha menutupi gugupnya, “Emm.. ti.. tidak.. tadi Aku tidak istirahat sama Shania kok..” ucapnya, terbata. Bu Guru melihat Gita yang menjawab dengan ragu, Ia melihat tanda-tanda kebohongan dari nada bicaranya. Bu Guru lalu bertanya untuk memastikan, “Gita, Kau tidak sedang berbohong kan? Jika Kau tahu sesuatu, sebaiknya cepat katakan terus terang!” kata Bu Guru dengan tegas.

Gita kebingungan, Ia hendak menyanggah lagi, tapi tak jadi. Ia malah menjawab, “ta..tadi.. Aku melihat Shania pergi ke.. toilet” katanya, suaranya memelan. Tanpa diperintah, Mita langsung meloncat keluar dari bangku, “biar Mita yang periksa ke toilet Bu!” ucapnya dengan lantang. Bu Guru mengangguk memperbolehkan. Seketika Mita berlari ke arah toilet sekolah. Ia berlari secepat-cepatnya, merasa khawatir terjadi sesuatu kepada Shania.

Di toilet, Mita mencari-cari Shania. Hingga telinganya mendengar sayup ada suara tangisan dari balik salah satu toilet yang pintunya tertutup. “Hiks.. hiks.. ayah.. ibu…” kata suara itu. Mita langsung mengenalinya, itu suara Shania. “Shania!! Kau didalam?” panggil Mita, tangannya mengetuk keras pintunya yang tertutup rapat. “IYAA!! Ini Aku didalam Mit!! Tolong Aku.. Pintunya ada yang mengunci!!” kata Shania, masih sambil terisak. Mita berusaha membuka kuncinya, sedikit macet. Tapi Mita tak menyerah, Ia terus berusaha membukanya sendirian. Tak berhasil, Ia berlari keluar mengambil batu sebesar kepalan tangan.

BRAKK! BRAKKK! Mita menghantamkan batu itu ke arah kunci. Dua kali hantam, dan pintupun langsung terbuka lebar. Shania yang berada di dalamnya, langsung meloncat keluar, memeluk Mita sambil menangis sesenggukan. “MITAAA!! Hu..hu… Aku takut sekali. Pintunya tiba-tiba saja tidak bisa dibuka. Aku sudah berteriak-teriak minta tolong. Tapi tak ada yang mendengar..” katanya. Mita menepuk-nepuk punggung Shania, berusaha menenangkannya.

“Kau tidak apa-apa Shania?” tanya Bu Guru, yang ternyata sudah berada di belakang Mita. Gita terlihat menunduk, berdiri di samping Bu Guru. Shania menatap Bu Guru, lalu mengangguk. “I..iya Bu.. Shania hanya ketakutan tadi” jawabnya. Bu Guru mengelus kepala Shania, “Alhamdulillah jika Kau tidak apa-apa Shania. Gita sudah mengakui semuanya, Ia orang yang mengikutimu ke toilet ini, dan Ia juga yang menguncimu dari luar” kata Bu Guru.

Shania terbelalak tak percaya. Mita melirik tajam ke arah Gita, “benarkah itu Git? Kau yang mengunci Shania disini? Jahat sekali perbuatanmu itu. Kenapa Kau melakukannya?” tanya Mita.
Gita semakin tertunduk, “eu.. A.. Aku.. Aku..” katanya, terbata.

“Jawab Gita!! Kenapa Kau melakukannya?” bentak Mita. Gita mulai menangis, Ia tak pernah mendengar Mita membentak siapapun. Ia anak yang tak pernah terlihat marah. Itu sebabnya Gita suka sekali berteman dengan Mita. Ia tak menyangka, perbuatannya kali ini sudah membuat Mita benar-benar marah pada dirinya.

“A.. Aku.. Aku benci pada Shania, karena Dia sudah merebut sahabatku.. Kau Mita. Aku juga benci karena Dia jualan kue, yang digemari teman-teman sekelas. Sementara daganganku tak ada satupun yang mau beli. Aku kesal, sepertinya Dia sudah merebut semuanya dariku” kata Gita, sedih.

Bu Guru memandang mereka bergantian, lalu berkata dengan bijak. “Gita, seringkali karena kita dipengaruhi emosi, lantas tidak bisa berfikir sebagaimana mestinya, tidak bisa bersikap sebagaimana seharusnya. Apalagi saat emosi, syetan begitu mudahnya mempengaruhi kita. Membuat prilaku kita menjadi jahat, seperti apa yang mereka inginkan. Tidak lain agar kita menjadi temannya di neraka nanti. Kau tidak ingin masuk ke panasnya api neraka bukan?” ucap Bu Guru.

Gita menggeleng, Ia menyadari kesalahannya. “Ma..maafkan Aku Shan.. Maafkan Aku yang sudah membencimu, berbuat jahat padamu..” kata Gita, tulus.

Shania menoleh ke arah Mita, mereka berdua lalu memandang Gita dengan perasaan iba. Tak lama, Shania lalu memeluk Gita erat. “Tak apa Git. Aku memafkanmu kok” kata Shania, berbesar hati. Mita lalu mendekat, memeluk mereka juga. “Maafkan Aku juga ya Git. Jika akhir-akhir ini Kau merasa diabaikan olehku” ucap Mita.

Gita mengangguk, matanya berurai air mata haru. Ia begitu senang memiliki teman-teman sebaik Mita dan Shania. “Te..terima kasih Shan.. terima kasih Mit” kata Gita, lirih. Mereka bertiga berpelukan sembari menangis haru.

Mita lalu berbisik pada kedua temannya, “mulai sekarang kita bertiga akan menjadi sahabat sejati. Saling mengingatkan pada kebaikan, dan saling mencegah dari keburukan. Sehingga persahabatan kita ini akan diridhoi Allah, dan bersama-sama tetap bersahabat hingga nanti masuk ke syurga” ucap Mita, dengan bijaknya. Mereka bertiga semakin tenggelam dalam suasana haru.

“Aduuh.. Kalian membuat Ibu bangga jadi guru kalian. Tapi apa Ibu boleh ikut pelukan juga?” kata Bu Guru tiba-tiba, sambil tersenyum. Ketiga sahabat saling memandang satu sama lain, tertawa riang, kemudian menghambur memeluk Bu Guru bersama-sama.

TAMAT

No comments:

Post a Comment